Wellcome to Hafshatuz Zikra Blog's

Jumat, 27 Mei 2011

TIDAK PERLU MENGGADAIKAN BUKIT TENGAH....

Tiba tiba aku ingin bersujud dihadapan Allah sebagai rasa syukur ku. Aku tak peduli bahwa aku sedang berada di sebuah jalan setapak antara rumahku dengan rumah nenek. Disitu aku bersimpuh sesaat ketika suara adzan magrib baru saja dikumandangkan. Sinar  jingga telah mulai menghilang berganti dengan kegelapan yang perlahan menyelimuti seluruh kampung….magrib….

“Rara? Ngapain disitu…….”

Aku dikejutkan oleh suara seorang lelaki. Aku kaget dan langsung berdiri. Dengan sedikit malu aku tersenyum pada lelaki itu. Dia adalah tetanggaku yang baru saja pulang mandi dari “luak”.
“Eh….Uda. Nggak……ini Rara lagi ngambil sesuatu yang jatuh”
Kujawab sekenanya dan akupun berlalu dengan senyum terharu, sedikit sisa air mata dipipiku…

***
“Bah, si Iyel katanya mau kuliah……” malam itu kubuka pembicaraan dengan Abah.
“Kulliah??? Kau dengan apa mau kuliah Rara?? Dasar anak tak tau diri, apa yang mau kau gadaikan? Bukit tengah ini? Kerbau mana yang mau kau jual? Berapa luas tanah yang kau punya……..”
“makan aja susah…….” Kudengar Abah menggerutu. Tiba-tiba Abah sangat sensitif..
“Memangnya siapa yang minta kuliah Abah? Rara kan cerita si iyel……..” Aku berusaha menjawab dengan suara selembut mungkin agar Abah agak sedikit reda.

Makan malam bersama. Aktifitas yang tidak pernah tertinggal dalam keluarga sederhanaku. Setelah melaksanakan sholat magrib, aku, abah, ibu dan ketiga orang adikku akan segera berkumpul. Aku dan ibu sibuk menghidangkan makan malam. Semuanya tanpa diperintah, karena memang kebiasaan ini telah mengakar dikeluarga kami. momen makan malam adalah momen untuk membicarakan segalanya. Aku dengan semua keinginanku, adik adik ku dengan aktifitasnya seharian, abah dengan keluh kesahnya, dan ibu lah yang selalu menjadi pendengar sejati. Ibu jarang berkeluh kesah, beliau hanya berkomentar lalu akan tersenyum. Malam ini abah terlihat pendiam, dia sedikit gusar dengan ceritaku tentang Iyel. Ibu kulihat tidak senang dengan sikap Abah. Dan mereka berdua tidak dapat kumengerti, khususnya malam itu……..
***
Minggu ini minggu yang sibuk di sekolah. Khususnya mereka yang hari ini telah kelas tiga. Kami kini berada disemester dua kelas 3 SMA. Siswa, guru, staf bahkan penjaga sekolah membicarakan tentang kelulusan dan kelanjutan kami setelah SMA.

Bapak kepala sekolah pagi ini memberikan nasehat khusus. Upacara bendera pagi ini bertemakan PMDK, persiapan kelulusan dan persiapan SPMB. Kepala sekolah memberitahukan bahwa minggu ini sudah ada beberapa Universitas yang akan memberikan kesempatan penerimaan mahasiswa baru lewat jalur khusus yaitu PMDK. PMDK selalu ada setiap tahunnya, tidak sedikit dari siswa SMAku lulus program ini. Kiri kanan kulihat sebagian besar teman-temanku agak sedikit ribut, mereka  membicarakan tentang beberapa Universitas yang diminatinya. Dan aku…..

***
“Ra, kamu bener gak mau ambil PMDK? Nilaimu kan memenuhi….., aku insyaAllah ambil, aku mau jadi guru. Aku mau kuliah di UNP. Ibuku telah mengizinkan, abangku yang akan membiayai semuanya”
Iyel bercerita dengan begitu semangat. Kulihat matanya berbinar-binar penuh harapan. Iyel dengan segala impiannya waktu itu. Aku sedikit tidak senang. Aku iri…..
“Nggak….aku ngak bakalan kuliah yel. Aku tidak mampu. Lihat sendirilah kehidupan keluargaku. Lulus SMA aja aku Alhamdulillah…..”
Aku berusaha menahan kesedihanku, aku hanya ingin tetap tersenyum meskipun terlalu pahit.

***
Minggu ini adalah minggu tersibuk buat “mereka”. Sebagian dari mereka diizinkan untuk tidak ke sekolah karena harus mengurus surat keterangan sehat, akte kelahiran dan lain-lain yang menjadi syarat pengajuan PMDK. Mayoritas siswa di kelasku mengurusnya, karena memang kelasku terdiri dari siswa berprestasi sejak kelas satu. Kelas khusus…
Di tempat kos pun terlihat sibuk. Beberapa teman ikut PMDK, terutama mereka yang sejurusan denganku. Di kos ini ada 3 siswa IPA. Aku, iyel dan lili. Dan hanya aku yang tidak sibuk…..

“Kamu nggak ikut PMDK?”
“Nggak……”

Dengan wajah yang tidak mengeenakkan aku langsung masuk kamar. Kulihat temanku yang baru saja bertanya kebingungan. Dia bingung karena tidak tau apa “salahnya” sehingga aku bersikap tidak mengenakkan. Akulah yang salah, karena untuk saat itu aku sangat benci dengan pertanyaan-pernyataan dan cerita tentang PMDK. Aku benar benar tidak suka dan mereka yang ada disampingku akan menjadi korban perlakuan dan sikap yang kurang mengenakkan.

***
Alhamdulillah sabtu telah tiba. Saatnya pulang kampung. Aku rindu Ibu. Sore itu aku menemani Ibu memasak didapur. Kulihat dapurku semakin parah. Dapur yang berukuran tidak lebih dua kali dua meter itu terlihat becek disana sini. Ibu kesulitan. Aku duduk ditangga dapur.

“Bu…..”
“Ya…..” kulihat Ibu agak sedikit kerepotan untuk memasak dengan kondisi dapur yang becek.
“Dapur kita atapnya semakin banyak yang bocor ya….” Tanyaku dengan lugu.
“iya, kayu-kayu jadi ikut basah. Masak nasi aja susah…..”
“Bu, tau nggak…teman-teman Rara minggu ini sibuk semua ngurus PMDK. Itu lho, program khusus buat anak-anak berprestasi, yang bisa masuk kuliah tanpa tes. Banyak teman-teman Rara yang ikut. Iyel, lili. Rara sering ditanya, kenapa tidak ikut. Guru-gurupun heran kenapa Rara tidak ambil kesempatan ini. Rara stress dibuatnya…..”
“Nggak usah stress nak, bilang aja sama mereka kalau kamu tidak melanjutkan ke tinggkat kuliah. Ibu yakin kamu bisa dapat kerja setamat SMA nanti. Kata ibu Ita, dia nanti bisa bantu carikan kamu kerja. Kuliah butuh uang yang banyak nak….mau kita cari kemana?”
Suara ibu lembut dan meyakinkan. Ibu tidak mau bersedih dengan kesedihanku. Sore itu kami tersenyum getir.
“Bu…mana Uni?Belum pergi kan bu?” tiba-tiba suara adikku yang bungsu memecah pembicaraan kami. Dia selalu mengecek keberadaanku, hanya sekedar ingin tau apakah aku masih dirumah atau sudah kembali ke kos. Dia sangat menyayangiku, adik kecilku…..

***
“Alhamdulillah, akhirnya selesai juga Ra... Anak anak kelas kita sebagian besar ambil PMDK lho, Si Heni ambil UNIBRAW, kedokteran. Si Mela IPB, sianu………………………………..”
Aku tidak mendengar perkataan Iyel dengan jelas. Tidak berminat. Kulihat mereka begitu sumringah, harapan dan impian mereka akan segera terwujud. Menjadi seorang mahasiswa kemudian bekerja dengan memakai seragam dan yang laki-laki mungkin akan berdasi. Sementara aku, aku ingin jadi tukang jahit saja. Aku ingin belajar menjahit.

***
“Nak, setiap kemauan itu selalu ada jalan. Kita ini adalah manusia yang lemah, segala sesuatu itu ada ditangan ALLAH. Ketika kita memiliki kemauan, maka disitu ALLAH akan memberikan jalan. Kita tidak boleh berputus asa terhadap rahmat ALLAH. Itu sebuah dosa besar. Maka selayaknya kamu coba untuk ikut PMDK, bagaimana nanti itu adalah urusan ALLAH….”

Kemudian ibu guru biologi menceritakan kisah yang mirip dengan kisahku. Kisah anak-anak kurang mampu yang akhirnya bisa mengenyam pendidikan tinggi. Aku tidak tahu, kenapa hari itu Bu Zainab dengan senang hati menasehatiku. Selesai belajar di laboratorium biologi, aku disuruh untuk tinggal sebentar.

“Ibu sarankan ambillah PMDK dari Politeknik UNAND ini. Ini adalah kesempatanmu yang terakhir. Walaupun Politeknik ini hanya D3, tidak apa-apa. Masalah uang, ibu bersedia meminjamkanmu uang. Bayarnya kapan-kapan saja”

Aku hanya tersenyum. kesedihan dan optimisme membuat hatiku siang itu begitu galau. Aku memang yakin bahwa ALLAH selalu membantuku. Dulu bukankah masuk SMP dan SMA juga penuh dengan perjuangan? Tapi buktinya aku bisa melalui semuanya.

Ku lihat dijari manisku ada sebuah cincin mas 23 karat. Hasil jerih payah ibu sebagai “buruh”.
***

Aku hari ini senang. Dipapan pengumuman sekolah terpampang kesempatan beasiswa untuk melanjutkan kuliah. Bagi yang lulus administrasi maka akan diikutkan dalam tes penjaringan mahasiswa baru. Dibiayai, dikasih uang saku dan transportasi. Bagi yang lulus tes maka universitas yang bersangkutan akan memberikan beasiswa selama satu tahun. Selanjutnya beasiswa akan dipertimbangkan sesuai dengan nilai mahasiswa tersebut selama satu tahun kuliah.
Dengan wajah yang sumringah kusapa temanku iyel siang itu.
“Ikut masukin beasiswa yuk…mana tau kita lulus. Lalu kita bisa kuliah…..” aku benar benar senang.
“Yuk, aku juga mau. PMDK ku kan belum tentu lulus juga. Mana tau ini lulus.”
Dan kami berdua dengan beberapa teman yang lainnya melengkapi persyaratan beasiswa itu. Tidak banyak yang ikut, karena memang khusus untuk siswa miskin.

***
“Ibu. Maaf……..” lirihku siang itu.
Aku bergegas mengurus surat keterangan sehat ke Puskesmas terdekat. Kemudian menyerahkan uang seratus dua puluh lima ribu rupiah ke Bu Zainab sebagai syarat pengambilan formulir PMDK Politeknik UNAND yang tinggal dua hari lagi. Aku dan satu lagi temanku, ya hanya dua  orang saja yang berminat mengambil PMDK ini. Mungkin karena D3 dan lagi pula yang lain sudah mengambil di Universitas yang lebih menarik dua minggu yang lalu.
“Wah kamu jadi ngambil ya Ra…kok nggak ambil yang kemaren-kemaren? Kan universitasnya lebih bagus”
“Mungkin rezekiku ini yel….oh ya kemaren juga ada beasiswa kuliah di AMPJ yang ada di Jogja kan? Kamu ambil? Aku kemaren juga masukin kesana…”
“Nggak lah….nggak minat…..” Iyel menjawab dengan agak sedikit lesu.
Minggu itu minggu yang menyenangkan.

***
Sabtu kembali datang dan aku harus segera pulang kampung. Kangen…..
Sore itu kembali kubantu ibu memasak didapur. Kali ini dapur dua kali dua  meter itu tidak lagi becek. Cuaca hari ini cukup bersahabat sehingga tidak ada hujan.

“Bu, Rara mau minta maaf…..”
“Minta maaf?Untuk apa nak?” Ibuku terlihat heran
Ku tunjukkan jariku kepada ibu. Ibuku kaget karena tidak ada lagi cincin 23 karat itu disana.
“Kemana cincinmu? Hilang dimana nak?” ibu benar benar terlihat kalut
Aku memeluk ibu dan menangis.
“Cincin itu Rara jual bu……Rara ingin ikut PMDK seperti teman teman yang lainnya. Rara hanya ingin membuktikan apakah lulus atau tidak…..”

Ibu melihatku lekat-lekat, dalam senyumnya penuh kegetiran.
“Kenapa kau ikut PMDK, kan kamu tau nak bahwa kamu tidak akan pernah kuliah. Ibu tidak tau bagaimana abahmu akan marah mendengarkan kamu ingin kuliah. Jangan bebani lagi abah….dia sudah cukup susah menghidupi kita……”
Kami menangis didapur kecil itu.

“Bu, kalau lulus PMDK itu tidak apa-apa kalau tidak diambil. Rara hanya ingin mengobati hati Rara yang sedih. Rara hanya ingin tau bagaimana hasilnya. Apakah Rara mampu bersaing dengan teman teman atau tidak…”
“Kalau tidak lulus Alhamdulillah, Rara kelak punya cerita bahwa pernah mengajukan PMDK. Dan kalaupun lulus Alhamdulillah ternyata Rara mampu bersaing dengan mereka meskipun tidak diambil bu…”

“Oh…….” Ibu memelukku. Aku merasakan aura kesedihannya yang menyelimutiku. Betapa tidak, aku harus berhenti disini disaat aku memiliki kemampuan untuk maju. Tidak semua orang bisa pintar tapi tidak semua orang pintar bisa untuk terus maju…..
***

“Rara, ada surat dari AMPJ Jogjakarta. Tadi disampaikan pak pos. katanya kamu diterima kuliah disana. Kamu dapat beasiswa…….” Abah menyampaikan berapi-api.
Aku mengambil amplop yang ada ditangan abah. Didalamnya tertera namaku Sdri Rangkuti Majenah. Bahwa aku diterima kuliah disana dengan jalur khusus. Dalam waktu seminggu kedepan aku harus segera daftar ulang ke Jogja. Uang pendaftaran sekitar satu juta.
***

Hari ini pengumuman hasil PMDK. Para siswa berkerumun padat dipapan pengumuman itu. Aku juga tak mau ketinggalan. Beberapa temanku melonjak kegirangan karena namanya tertera disana. Sebagian dari mereka tanpak keluar dengan lesu. Berarti tidak diterima. Kulihat iyel dan lili teman satu kos ku keluar dari kerumunan itu dengan wajah tidak bersemangat dan aku tau mereka tidak diterima.

Kerumunan itu mulai sepi, aku dengan leluasa bisa melihat pengumuman itu.
“Alhamdulillah……..” air mataku menetes. Aku benar benar terharu melihat namaku tercantum jelas dipapan pengumuman itu.
Rangkuti Majenah, D3 akuntansi Politeknik UNAND.
***

Sabtu itu sabtu yang luar biasa. Aku pulang dengan kabar gembira yang tentunya akan menyedihkan. Aku membawa sebuah amplop dari Politeknik Unand. Aku tau bahwa aku tidak akan mengambil PMDK ini, tapi aku hanya ingin membuat ibu dan abah bangga padaku. Bahwa aku anak yang berprestasi.

“Bah, Rara juga lulus PMDK politeknik UNAND jurusan akuntansi…daftar ulang tiga minggu lagi. Uangnya dua juta. Tapi Abah tidak usah takut karena Rara udah janji untuk tidak mengambilnya. Rara sudah bertekad akan bekerja setamat SMA…” dengan semangat aku meyakinkan abah malam itu.

Abah kulihat melihat atap rumah. Rumah yang sangat sederhana. Tempat kami tidur, makan, sholat dan berkumpul bersama. Disanalah aku dan tiga orang adikku dibesarkan hingga aku SMA. Rumah  itu tidak banyak berubah. Seingatku hanya atapnya yang pernah diganti. Selainnya seolah permanent disana….

“Abah kemaren bincang-bincang di kedai mak lanih, mereka menyuruh abah tetap menguliahkanmu. Abah akan konsultasi dulu sama si Af yang bekerja di kantor camat. Abah bingung bagusnya kamu kuliah di AMPJ jogja atau kita ambil Politeknik Unand saja. ALLAH akan mudahkan jalan kita meski abah tak punya uang satu sen pun……”
Kulihat mata abah berkaca kaca. Aku dan ibu pun berkaca kaca. Dalam keharuan kami sangat bahagia. Dengan satu keyakinan bahwa ALLAH akan mudahkan urusan kami. malam itu abah begitu berbeda. Aku sayang abah, walaupun pemarah, abah sangat penyayang. Dia sangat menyayangiku…..
***
Rasanya kebahagiaanku bertubi-tubi. Aku merasa mendapatkan durian runtuh. Setelah tau lulus AMPJ kemudian Politeknik UNAND dan ternyata hari ini aku mendapatkan kabar bahwa aku lulus seleksi  tes SPMB gratis….
***
Abah, ibu dan keluarga besarku semakin sayang padaku. Sungguh semuanya diluar dugaan. Aku benar benar telah membanggakan mereka. Disetiap sudut kampung, kini aku menjadi bahan pembicaraan para tetangga. Ada yang mengatakan aku akan ke Jogja dan ada pula yang mengatakan bahwa aku tidak mungkin akan melanjutkan ke Perguruan Tinggi.

“Lihatlah…rumah nya aja kayak gitu. Gimana mau kuliah…….buat makan aja masih susah..memanglah anak anak sekarang kadang tidak tau diri. Selalu membebani orang tua…..”
Aku hanya tersenyum. Mereka terlalu sibuk dengan urusanku.
“Mereka tak punya Tuhan, makanya bicara seperti itu…….mereka tak tahu bahwa ALLAH Maha Kuasa…”

Kulihat abah menahan amarah. Kami memang sering diejek, tapi setiap ejekan selalu berbeda dengan kenyataannya. Mereka tidak tahu bahwa dengan hidup dalam kekurangan, kami menjadi keluarga bahagia yang selalu meminta dan bersyukur kepada yang Maha Kaya. Dan mereka tidak pernah merasakan betapa nikmatnya…..tidak akan pernah….
***
Dan magrib ini aku bersujud dijalan setapak ini karna bersyukur akan kebesaran ALLAH. Hari ini telah diputuskan bahwa aku akan kuliah di Politeknik Unand. Abah beserta keluarga besar akan mengupayakan uang pendaftaran sekitar dua juta itu. Minggu depan aku akan daftar ulang. Aku sangat bahagia. Cita-citaku sebagai tukang jahit memang tidak terwujud tetapi aku akan bekerja sebagai accounting tentunya.
***
Segala sesuatu kuasa ALLAH. Iyel yang dulu selalu memanas-manasiku tentang kuliah, ternyata tidak diperkenankan untuk itu. Dia sama sekali tidak pernah kuliah. Kini dia telah menikah dan memiliki satu anak dan kabarnya akan nambah satu lagi. Lili kini kuliah setelah satu tahun terlebih dahulu menganggur. Dan aku…, aku masih ingat nasehat Bu Zainab waktu itu. Aku berterima kasih kepada Beliau karena telah mengobarkan api semangat kepadaku hingga akhirnya aku nekat menjual cincin hasil jerih payah ibu tanpa izin. Perkuliahanku berjalan lancar. Tiga tahun berlalu dengan begitu cepat. Aku selalu mendapatkan beasiswa, sehingga boleh dikatakan aku kuliah dengan gratis. Ibu dan abah tidak pernah memikirkan uang semesterku. Semua telah dibayar lewat beasiswa hingga aku wisuda. Begitulah ALLAH dengan segala rahasianya.

ALLAH aku selalu tersanjung dengan kebesaranMU…..

Allah membuktikan kepada Abah bahwa untuk kuliahku abah tidak perlu punya banyak sawah, abah tidak perlu punya banyak kerbau, apalagi sampai menggadaikan BUKIT TENGAH. Satu satunya bukit yang ada dikampung kami…….
***
By. Maiyade Laila Yane A.Md
MENGENANG MASA SILAM ITU INDAH, MENAMBAH RASA SYUKUR….SEMOGA DAPAT DIAMBIL HIKMAH YA…..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Hayo teman, kasih komentar kamu.....thanks before